“Mukidi Effect”

Seminggu ini jagat online dihebohkan oleh viral sosok dan cerita humor Mukidi. Berawal dari blog, lalu Facebook, menemukan critical mass di grup-grup WA, dan akhirnya “boom!!!” mencapai mass audience di media mainstream seperti koran-koran, TV, dan tentu situs berita online. Seperti halnya fenomena viral yang sudah-sudah (Gangnam Style, Mastin, dan terakhir Pokemon Go), dalam ukuran … Baca Selengkapnya

2AM @ 7-Eleven

Jam di dinding menunjukkan pukul dua pagi lebih lima menit. Suasana lantai dua 7-Eleven Kelapa Gading hangat. Saya cari tempat duduk di bawah, tak satupun kursi kosong tersisa. Naik ke lantai dua, nyaris semua meja terisi. Untung masih ada satu-dua kursi yang menghadap jendela kosong. Suasana agak gaduh, sebagian besar ABG. Ada yang lagi chit-chat, mengerjakan tugas kuliah, ada yang serius meeting, ada yang baca novel Harry Potter seri terbaru, tak ketinggalan, ada juga yang bengong.

Saya sudah nggak muda lagi, tapi boleh dong berlagak ABG. Karena itu saya pesan Chitato plus mengambil keju cair yang disediakan gratis. Kelakuan kampung saya keluar, itu keju diambil sebanyak mungkin untuk melumuri keping-keping Chitato renyah. Untuk pilihan minum, favorit saya adalah soda beku khas 7-Eleven, Slurpee aneka rasa yang diaduk warna-warni. Cool. Di tengah lautan ABG saya serasa 15 tahun lebih muda.

Itulah potongan laporan pandangan mata saya tiga hari lalu di tempat nongkrong ABG paling keren di Jakarta saat ini. Dari sekian banyak nongkrong di 7-Eleven dan bergumul dengan konsumen on the spot, saya menemukan banyak insight menarik mengenai gerai pendatang baru ini. Terus-terang saya penasaran kenapa 7-Eleven menjadi magnet yang luar biasa bagi konsumen.

Baca Selengkapnya

Evangelist

Harry Potter main lagi. Kali ini sekuel yang ke-7: Harry Potter and the Deathly Hallows. Karena merupakan penutup, film pamungkas ini dibikin dalam dua bagian. Hasilnya, kita semua penasaran, heboh pun terjadi di mana-mana. Inilah tradisi Harry Potter, buzz “digoreng-goreng” — di blog-blog, di milis-milis, di forum-forum, di Twitter, di Facebook — dan layaknya virus, kehebohan ditebar di mana-mana. Dan yang terpenting, kehebohan itu menghasilkan triliunan perak bagi si empunya film.

Percakapan di bawah ini saya kutip dari forum milis www.harrypotterindonesia.com tertanggal 28 Agustus 2009. Atau lebih dari setahun yang lalu:
Adegan apa yang paling seru di film ke 7 nanti?
Pengen liat adegan The Trio sama Griphook membobol Gringotts
Lalu terbang naek naga… Dan tentu saja, The Battle of Hogwarts
Trus karena rumornya William Arthur Weasley sudah ada pemerannya, maka kita mungkin akan melihat acara pernikahan. Cuman, karena di Pangeran Berdarah Gado-gado  🙂  the Burrow sudah jadi abu, gimana ya visualisasinya?

Bahkan sejak lebih dari setahun lalu para fans Harry Potter sudah mempergunjingkan film ini. Kehadiran media sosial (social media) seperti milis, blog, Twitter, Facebook menjadikan viral Harry Potter merambat demikian cepat, sehingga dalam waktu singkat promosi murah dari mulut ke mulut (word of mouth) menyebar begitu cepat bak wabah kolera. Tak heran jika pas film ini premiere, barisan fans pun mengular di gedung-gedung bioskop seperti kita saksikan 2 minggu lalu.

Itu artinya, tanpa sadar Harry Potter telah menciptakan dan menggerakkan para ”EVANGELIST” untuk mempromosikannya. Customer evangelist tak lain adalah pelanggan yang dengan sukarela ”memberitakan kabar baik” dan mempromosikan produk ke pelanggan yang lain. Mereka memberikan referal dan rekomendasi produk ke pelanggan yang lain. Satu hal perlu Anda ingat: referal dan rekomendasi memiliki kekuatan menjual SERIBU bahkan SEJUTA KALI lebih hebat dibanding ocehan salesman.

Baca Selengkapnya

Great Model to Measure Word of Mouth Marketing

Temen-temen, saya menemukan sebuah survei dari McKinsey&Co yang dimuat di McKinsey Quarterly yang membahas pendekatan baru untuk mengukur word of mouth marketing (WOMM) yang dijalankan oleh marketer. Berdasarkan model tersebut diperkenalkan sebuah metric yang disebut Word of Mouth Equity (WOME) yang merefleksikan kemampuan sebuah brand atau program pemasaran dalam menghasilkan efek WOM. Nilai WOME ditentukan … Baca Selengkapnya

CROWD “Marketing Becomes Horizontal” – Manifesto #6: FACILITATING Is Your “Reason for Being”

* Ini adalah artikel berseri saya di Majalah Warta Ekonomi bulan Oktober 2008 mengenai manifesto #6 dari [E = wMC2] Marketing mengenai peran hakiki marketer sebagai “fasilitator” komunitas pelanggannya.

[E=wMC2] marketing is not about SELLING.
It’s not about ADVERTISING
It’s even not about MARKETING MIX
[E=wMC2] marketing is about FACILITATING.

Bahkan saya berani mengatakan bahwa di dalam [E=wMC2] marketing, tugas hakiki seorang marketer adalah memfasilitasi komunitas pelanggannya. Di dalam [E=wMC2] marketing, misi seorang marketer adalah memfasilitasi komunitas pelanggan.

Dalam literatur manajemen, misi (mission) didefinisikan sebagai “reason for being”. Maksudnya, misi adalah “alasan” kenapa sebuah bisnis atau organisasi ada. Karena itu, kalau saya katakan di atas bahwa misi seorang marketer adalah menfasilitasi komunitas pelanggan, itu artinya bahwa pekerjaan ”memfasilitasi komunitas pelanggan” itu menjadi reason for being dari seorang marketer. Di dalam [E=wMC2] marketing, ia menjadi “alasan keberadaan” seorang marketer.

Apa bedanya SELLING dengan FACILITATING?
Yang paling jelas, SELLING adalah ”vertikal”, sementara FACILITATING adalah ”horisontal”. Kenapa SELLING saya katakan vertikal? Karena dalam SELLING si produsen menempatkan diri ”di atas” lalu dengan ke-pede-annya membidik dan menjuali pelanggan yang ada ”di bawah” dengan produk dan layanan yang dimilikinya.

Baca Selengkapnya

Matriks E = wMC2

Dalam perjalanan Bandung-Jakarta, di dalam mobil saya mencoba coret-coret untuk membikin sebuah matriks untuk menggambarkan posisi brand-brand top dunia dalam hal kemampuan mereka menjalankan strategi E = wMC2. Matriks tersebut saya beri nama: Matriks E = wMC2. Hasilnya adalah seperti terlihat pada gambar berikut. Saya bagi matriks ini menjadi dua sumbu. Sumbu vertikal menjelaskan kemampuan … Baca Selengkapnya

CROWD “Marketing Becomes Horizontal” – Manifesto #3: Your Core Competence Is CONNECTING the Customers

* Ini adalah tulisan berseri saya mengenai E = wMC2 di Majalah Warta Ekonomi bulan Agustus 2008

Anda tak akan membantah bahwa pelanggan adalah modal paling krusial dari sebuah perusahaan. Pelanggan adalah “nyawa” perusahaan Anda!!! Pelanggan adalah “darah” yang mengalir di dalam nadi perusahaan Anda!!! Tanpa “aliran” pelanggan perusahaan Anda akan pucat pasi, loyo, kering-kerontang, dan akhirnya mati membusuk tanpa bekas. Kalau memang begitu, pertanyaan saya: Pelanggan jenis apa yang membuat perusahaan Anda kokoh dan sustainable? “Darah” macam apa yang paling baik “mengaliri” nadi-nadi perusahaan Anda?

Reeds Law
Reed's Law

Apakah jumlah pelanggan banyak, yang setiap kali membeli produk Anda? Apakah pelanggan yang 100% puas pada produk Anda? Atau, apakah pelanggan yang loyal abis pada merek Anda? Dulu repeat buyers, satisfied consumers, dan loyal customers memang sangat penting, namun kini ketika semua perusahaan mampu melakukannya, itu semua menjadi generik. Lalu, (balik lagi) jenis pelanggan macam apa yang menjamin sukses jangka panjang Anda?

Jawabnya adalah apa yang saya sebut advocate customers. Mereka adalah pelanggan yang tak hanya puas atau loyal, tapi lebih jauh lagi mati-matian “membela” Anda. Mereka layaknya “jihad”, yang mau berkorban bagi merek Anda sampai ke “titik darah penghabisan”. Mereka secara sukarela memberikan rekomendasi kepada pelanggan lain untuk membeli produk Anda. Mau contoh? Lihat pelanggan Harley-Davidson; lihat pelanggan Apple Machintos; lihat alumni pelatihan ESQ. They’re your truly sales force!!! They’re your ultimate equity.

Baca Selengkapnya

CROWD “Marketing Becomes Horizontal” – Manifesto #2: Your Customers Are EVANGELISTS. They Are Your Voluntary Sales Force.

* Ini adalah tulisan berseri saya mengenai E = wMC2 di Majalah Warta Ekonomi bulan Agustus 2008

Ayat-Ayat Cinta memang fenomenal. Film ini hebat karena mencapai rekor jumlah penonton yang tak tertandingi oleh film manapun dalam sejarah perfilman negeri ini. Di Indonesia sebuah film bisa dikatakan box office jika ia bisa mengumpulkan setengah juta penonton. Harap tahu saja, sampai saat ini Ayat-Ayat Cinta sudah ditonton oleh sekitar 7-8 juta penonton. Kenapa film ini menuai sukses luar basa? Jawabannya akan menarik kalau dikaitkan dengan hukum E = wMC2.

Focus on your Evangelists!!!
Focus on your Evangelists!!!

Saya bisa pastikan, Ayat-Ayat Cinta tak akan bisa sefantastis itu tanpa kehadiran social media seperti blog, Friendster, Facebook, Yahoogroups, atau Youtube. Kenapa rupanya? Karena melalui media baru itu buzz dan viral dari film tersebut “merambat” secepat kilat dari satu konsumen ke konsumen berikutnya.

Awalnya seorang cewek ABG nonton begitu trenyuh—sampai menangis—menuliskan kesan di blognya. Tulisan itu dibaca 10 teman satu kelas. Karena penasaran, masing-masing 10 teman tersebut langsung ngacir ke gedung bioskop ikutan nonton. Begitu nonton, kejadian yang sama berulang. Masing-masing 10 orang itupun trenyuh dan menuangkannya ke blog mereka masing-masing. Berikutnya, tulisan di blog itu di baca 10 orang teman yang lain lagi. Demikian seterusnya, viral itu merambat demikian cepat, sehingga dalam waktu singkat prmosi murah dari mulut ke mulut (word of mouth) menyebar begitu cepat bak wabah kolera.

Baca Selengkapnya

CROWD “Marketing Becomes Horizontal” – Manifesto #1: Web 2.0 Has Unleashed the Power of Networked Customers

* Ini adalah tulisan berseri saya mengenai E = wMC2 di majalah Warta Ekonomi bulan Juli 2008.

Internet telah berubah wujud, menjadi “mutan” yang sama sekali lain. Tepatnya sejak Tim O’Reilly, seorang pakar dunia maya, “memproklamirkan” lahirnya Web 2.0 tahun 2004. Apa itu Web 2.0? Banyak definisinya, tapi gampangnya adalah generasi baru internet yang memungkinkan pemakai berkomunikasi, berpartisipasi, berinteraksi, berbagi, berkomunitas, atau berkolaborasi satu sama lain. Kalau dulu dalam format Web 1.0, situs internet begitu “angkuh” karena statis, pasif, dan satu arah, maka kini dalam format Web 2.0 internet menjadi demikian cool, fun, dan interaktif.

Cocreation ala Mountain Dew
Cocreation ala Mountain Dew

Kenapa bisa begitu? Karena internet kini diperlengkapi dengan tools baru (sebut saja “Web 2.0 tools”) seperti blog, tags, wikis, RSS, dig, coComment, internet messenger (IM), atau Ajax yang memang memungkinkan penduduk internet berinteraksi intens satu sama lain. Ambil contoh gampang blog. Dengan blog kita bisa menulis ide apapun yang berseliweran di kepala kita. Setelah ide ditulis, kita juga bisa mengajak teman-teman untuk untuk aktif berpartisipasi dengan berdiskusi atau sekedar ngobrol, memberikan komentar, menuangkan ide, atau memberi tanggapan. Itu berbeda dengan website yang dulu kita kenal sebatas tempat mencari informasi.

Baca Selengkapnya

CROWD “Marketing Becomes Horizontal” – The 11 Manifesto

* Ini adalah tulisan berseri saya mengenai E = wMC2 di majalah Warta Ekonomi bulan Juni 2008

Selama 3 bulan terakhir ini, saya dibikin mabuk kepayang oleh rumus yang saya jadikan judul tulisan ini. Kemanapun saya pergi: rapat di kantor, presentasi di klien, mengajar di kelas, seminar di kampus, bahkan jalan-jalan di mal hari minggu pun rumus tersebut berputar-putar kencang di atas kepala saya. Sampai-sampai makan saja nggak enak, tidur pun nggak nyenyak, karena otak saya terisi penuh dengan rumus itu. Pokoknya seperti ABG mabuk cinta rasanya.

Menariknya, semakin rumus itu dipikir-pikir semakin kelihatan keindahan dan kemolekannya. Tak hanya itu, saya sudah seminarkan rumus itu di empat kota Jakarta, Bandung, Semarang, dan Medan. Dan dari banyak berdialog dan berdiskusi dengan peserta seminar makin kelihatan indahnya rumus tersebut. Harap Anda tahu tulisan ini saya bikin di atas pesawat GIA 183 dalam perjalanan dari Medan ke Surabaya, di mana malamnya saya bicara di seminar kelima safari saya dengan judul rumus tersebut.

Baca Selengkapnya