Dalam beberapa bulan terakhir tiba-tiba tenis menjadi populer di seantero negeri.
Biangnya adalah FOMO (fear of missing out) alias aksi ikut-ikutan yang dipicu oleh fenomena “mendadak tenis” di kalangan artis.
SOCIAL PROOF
Dalam buku baru “FOMO Marketing”, saya merumuskan 5 pilar FOMO Marketing. Salah satunya adalah VALIDASI SOSIAL atau SOCIAL PROOF.
Social proof adalah bentuk bias kognitif (blunder pikiran) dimana kita cenderung mengikuti apa-apa yang dilakukan KEBANYAKAN orang lain atau orang yang kita anggap sebagai PANUTAN (expert, selebritas, influencer).
Demam tenis di kalangan artis dan kemudian menyebar menjangkiti seluruh masyarakat adalah fenomena SOCIAL PROOF.
DIPICU ARTIS
Demam tenis ini dipicu oleh sederetan artis yang tiba-tiba demen dengan olahraga yang dulu identik dengan kalangan atas ini.
Anya Geraldine, Dian Sastrowardoyo, Wulan Guritno, Syahrini, Luna Maya, hingga Raffi Ahmad dan Desta tiba-tiba kecanduan tenis. Mereka berlomba-lomba memamerkan momen-momen mereka bermain tenis di IG masing-masing, tentu dengan pose dan outfit-nya.
Artis menciptakan tren or latah mengikuti tren seperti ini adalah hal biasa, karena ini merupakan bagian dari taktik mmereka untuk tetap eksis dan merevitalisasi personal brand mereka.
Namun, aksi mereka ini berubah menjadi lifestyle baru yang ramai-ramai diikuti fans dan followers mereka.
Maka gelombang FOMO pun tak terhindarkan dimana masyarakat latah mengikuti role model mereka.
HYPE SESAAT
Saya meramalkan demam tenis ini tak akan berlangsung lama.
Seperti umumnya HYPE CYCLE, begitu FOMO menjalar di medsos, maka ia layaknya Covid-19 yang begitu cepat menjangkiti masyarakat.
Namun setelah mencapai puncak, maka hype ini akan surut dengan cepat pula, hingga kemudian senyap ditelan bumi.
Sebelumnya kita melihat hype yang sama terjadi, mulai dari hype bersepeda Brompton, hype lari maraton, or hype Citayam Fashion Week.