Brand-brand seperti Rubicon, Harley Davidson, Hermes or Brompton beberapa minggu terakhir mendapatkan “REZEKI NOMPLOK”.
Ya, karena digunakan untuk FLEXING oleh para istri pejabat yang kemudian memunculkan beragam viral kasus pencopotan jabatan suami-suami mereka.
Dengan adanya kasus Mario misalnya, sontak Jeep Rubicon laris-manis dan mencapai rekor penjualan tertinggi di pameran IIMS bulan lalu.
Tanpa disengaja kasus-kasus tersebut semakin melambungkan EKUITAS dari brand-brand tersebut sebagai alat VALIDASI SOSIAL dan PENANDA status sosial kalangan eksklusif tertentu.
Dalam FOMO Marketing, strategi ini saya sebut: “BRANDING by LIMITING CUSTOMER”.
Maksudnya, membangun brand dengan cara MEMBATASI konsumen.
Caranya bisa dengan men-set harga setinggi langit or menetapkan kriteria tertentu yang sulit dipenuhi kebanyakan orang.
Ketika konsumen yang memiliki brand-brand tersebut dibatasi, maka yang tercipta adl EXCLUSIVITY.
Segelintir orang yang memilikinya akan menikmati EKSKLUSIVITAS dan GENGSI SOSIAL yang tak dimiliki masyarakat kebanyakan.
Konsumen yang memiliki brand-brand tersbut akan masuk dalam “CLUB OF ELITE” yang punya VALUE tinggi di tengah masyarakat.
Inilah logika dari tindakan FLEXING yang dilakukan istri-istri pejabat.
Dengan menampilkan dirinya menggunakan brand-brand tersebut di IG, mereka ingin dilihat masuk di dalam “CLUB OF ELITE” tersebut.
Dengan begitu istri-istri pejabat tersebut mendapatkan KEPUASAN validasi sosial (social validation satisfaction).
Kepuasan validasi sosial ini semakin terasa NENDANG terutama bagi kalangan yang de facto belum masuk dalam level “club of elite” tersebut.
Yaitu mereka yang belum mencapai level.kekayaan “club of elite” tapi sudah KEBELET dianggap masuk dalam level itu.
Itulah sebabnya ada istri pejabat yang MEMAKSAKAN DIRI memamerkan brand-brand tersebut di IG dengan brand versi KW karena memang belum memiliki kemampuan membelinya.
Dengan tingkat pendapatan yang dimiliki tiap bulan, memang ASN secara general belum mencapai level “club of elite” ini. Tapi justru di situlah challenge-nya.
Mereka justru memanfaatkannya untuk menciptakan DIFERENSIASI SOSIAL dengan cara mencitrakan diri masuk di dalam “club of elite” tsb.
Caranya, korupsi agar mampu beli brand-brand hebat di atas ???????? or beli brand KW yang terjangkau ????
Follow ???? @yuswohady