“Slepet”, “Gemoy”, “Sat Set” adalah bentuk dari apa yang oleh Richard Dawkins (“The Selfish Gene”, 1976) disebut: “Meme”.
Kenapa tiga diksi tersebut lebih nancep di benak pemilih ketimbang visi, kebijakan, atau program unggulan calon?
#1. CONCISION BIAS
Dalam debat cawapres minggu lalu Cak Imin merangkum keseluruhan value proposition yang ia tawarkan secara ringkas ke dalam satu kata: “Slepet”.
Sementara Mahfud menguraikan komplit “21 Program Unggulan” di akhir debat.
Pertanyaannya, mana yang lebih diingat dan dibicarakan khalayak?
Indikator paling gampang: “Slepet” langsung trending di X, sementara “21 Program Unggulan” tidak.
Otak manusia ogah menangkap dan menyerap informasi yang kompleks, bertele-tele, dan berat.
Otak kita lebih suka yang simple, ringan, dan menghibur.
Itu sebabnya “Slepet” lebih powerful, walaupun mungkin “21 Program Unggulan” lebih grand, substantif dan komprehensif.
#2. CONTAGIOUS & SHAREABLE
Ungkapan “Gemoy” mudah kita sebarkan dan menjadi viral karena ia adalah bentuk meme yang FUN, EMOSIONAL, MENGHIBUR.
Sehingga “Gemoy” lebih APPEALING & ENGAGING
Di kalangan millennial/zilenial ungkapan terebut sudah menjadi bagian dari “PENGALAMAN BERSAMA” (shared cultural experience), sehingga gampang diterima dan ampuh menggerakkan mereka untuk menyebarkannya (shareable).
Gemoy is CONTAGIOUS & SHAREABLE.
#3. SIMPLICITY & RELATABILITY
Begitupun “Sat Set” mudah dipahami dan diterima ketimbang “21 Program Unggulan” Ganjar-Mahfud, karena ungkapan terebut lebih SIMPLE & RELATE ke khalayak.
“Sat Set” adalah diksi umum yang sudah dikenal luas oleh khalayak dan kontekstual.
Ide di balik “Sat-Set” bisa langsung ditangkap secara instan dan mudah diulang-ulang sehingga nancep di otak.
Ingat, communication is about REPETITION.
by @yuswohadyResearch by @consumeri.id