Badai startup digital terus berlanjut.
Kalau sebelumnya Zenius, TaniHub, Uang Teman, Fabelio menjadi korban, maka kini JD.id, Beres.id, Line Today, Pahamify, ikutan terimbas DOMINO EFFECT.
Ironis memang, kalau sebelumnya startup digital ini MENDISRUPSI banyak korporasi konvensional, maka kini mereka justru DIDISRUPSI oleh pandemi.
Pasca pandemi, startup digital di Indonesia memasuki era baru yang ditandai 3 hal berikut:
#1. AGILITY IS KING
Disrupsi pandemi yang disusul perang Ukraina, ancaman inflasi global dan koyaknya supply-chain global membuat startup babak-belur.
Sifat bisnis startup yang “high risk, high failure” menjadikan mereka FRAGILE oleh hantaman eksternal tersebut.
Maka AGILITY yaitu KECEPATAN, KELINCAHAN KETEPATAN dalam merespons perubahan menjadi faktor kunci survival.
PIVOT akan menjadi kewajaran. Hukum “survival of the fittest” bekerja, yang agile yang selamat: “AGILE or die!”
#2. PROFITABILITY IS KING
Startup digital pasca pandemi tak bisa lagi hanya berorientasi GROWTH & VALUATION semata. Tapi juga harus mulai berorientasi PROFITABILITY.
Implikasinya, strategi seperti “bakar duit” kini menjadi kemewahan. Startup harus mulai “COST-FOCUSED” and “PROFIT-FOCUSED”
#3. BUSINESS IS KING
Sebelum ini, startup digital banyak dirintis orang-orang teknologi, biasanya lulusan IT dari universitas luar negeri, dengan kemampuan scientific mgt (biz model canvas, lean innovation, design thinking, etc) yang mumpuni, tapi minim pengalaman bisnis akar rumput.
Jadi startup lama ini cenderung TECH-DRIVEN, ketimbang BUSINESS-DRIVEN.
Pasca pandemi, teknologi akan kembali ke “khittah” sebagai ENABLER. Dan bisnis tetap sebagai ESSENCE. Business is KING.
Follow 👉 @yuswohady
Visit 👉 https://consumeri.id/