+ Slepet Imin!
+ Gemoy Prabowo
+ Tabrak, Prof. Mahfud
+ Desak Anies
+ Ganjar menginap di rumah warga
Itu semua adalah bentuk “Inovasi Demokrasi” (Smith, 2009) yang membuat Pemilu 2024 bisa naik kelas.
Pemilu dulu begitu klise, monoton, dan membosankan.
Para capres/caleg cukup memperbanyak poster, baliho, billboard or iklan TV dgn pesan-pesan yang klise, bombastis, dan tidak otentik.
Fotonya biasanya si capres/caleg mengepalkan tangan dengan background foto tokoh-tokoh nasional or pemimpin partai.
Komunikasinya SATU ARAH dan menganggap pemilih bodoh semua ????
Bukannya poster dan baliho itu kini nggak ada, tetap bertebaran di mana-mana dan menjadi “sampah visual” yang merusak pandangan, tapi tak cukup sampai di situ.
Para capres/caleg ini juga melakukan inovasi dan kreativitas untuk menghimpun partisipasi publik.
Komunikasinya dua arah untuk mendorong: CONVERSATION, ENGAGEMENT, PARTICIPATION.
Ganjar misalnya, menggunakan pendekatan kreatif menginap di rumah warga untuk mendapatkan “feel” langsung terhadap persoalan-persoalan yang ada di akar rumput.
Anies menyambangi Gen Z via live TikTok menampung curhatan anak muda mengenai persoalan-persoalan riil mereka sehari-hari. Anies juga membuat forum “Desak Anies”.
Sementara Prabowo menggunakan pendekatan yang lebih kasual dan fun dengan mengusung narasi “Gemoy”.
Pemilu 2024 akan betul-betul naik kelas jika inovasi tersebut tidak sekedar gimik.
Maksudnya, hanya diusung saat si capres/caleg butuh. Maksudnya butuh suara rakyat saat pencoblosan.
Begitu pemilu selesai: “lupa tuh” ????????
Mestinya praktik-praktik inovasi itu dijalankan oleh pemenang dan partai pengusung saat pemilu selesai.
Jadi bukan sekedar gimik, pencitraan, dan pengelabuhan rakyat, tapi diinstitusikan.
Kalau konsistensi itu yang dilakukan oleh capres/calog pemenang dan partai pengusung, itu yang namanya Pemilu 2024 naik kelas.
Tapi kalo cuma sekedar gimmick dan pencitraan… ya sami mawon, pemilu jalan di tempat.
Tak cuma itu, sehebat apapun inovasi di atas, tak akan ada artinya jika tanggal 14 Februari nanti “serangan fajar” justru merajalela.
Kalau money politics justru berurat-mengakar, maka bukannya naik kelas, tapi justru turun kelas.
Bahkan terjun bebas.
by @yuswohady