Mengamati agresifnya BYD menyerbu pasar mobil listrik di gelaran IIMS, jadi kepikiran nasib Toyota di kancah persaingan mobil listrik Tanah Air dan dunia.
Yang saya khawatirkan, nasib Nokia akan terjadi pada Toyota.
Nokia jatuh karena terlalu pongah akan kekuatannya. Karena memang di masa jayanya, Nokia adalah pemain dominan tanpa tandingan.
Ia menyepelekan pesaing dan tak peka pada tren produk baru yang berkembang. Sebabnya sekali lagi, karena puas diri, ponggah, dan over confident pada kekuatannya.
Saya menyebutnya “CORPORATE INERTIA”.
Gampangnya, kalau Anda naik bus Trans Jakarta berdiri, lalu bus direm, maka badan Anda akan terlontar ke depan. Itulah INERTIA.
Yang saya takutkan, di tengah serangan mobil listrik Cina seperti BYD dan Wuling, Toyota mengidap “CORPORATE INERTIA”.
Biangnya, karena over confident dengan masa depan mobil bensin dan kini mobil hidrogen. Karena keenakan di posisi eksistingnya sebagai raja-diraja mobil bensin, Toyota sulit MOVE-ON ke mobil listrik.
Saking over confident-nya, Toyota cenderung DENIAL terhadap laju revolusi mobil listrik. Ia tak percaya mobil listrik bakal menjadi mainstream. Ia masih “terhalusinasi” oleh kejayaan di mobil bensin saat ini.
Bukannya tak beralasan, karena semakin ia mengembangkan mobil listrik, maka semakin ia MENGKANIBALISASI mobil bensinnya.
Artinya, Toyota terjangkiti penyakit “Kodak Syndrome”, mengacu pengalaman pahit Kodak di industri kamera digital.
Toyota kini betul-betul berada di PERSIMPANGAN JALAN, penuh kegalauan.
Bagaimana episode selanjutnya perang bubat mobil listrik Toyota vs BYD/Wuling ini?
Apakah Toyota bakal senasib dgn Nokia?
Waktu yang akan bicara!
by @yuswohady